Banyumas Raya
JAKARTA, – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Fahri Hamzah menjadi salah sesuatu politisi di Parlemen yg konsisten mendukung revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK).
Dari era Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono hingga akhir periode pertama Presiden Joko Widodo, sikap Fahri Hamzah tak pernah berubah.
Pemecatannya dari Partai Keadilan Sejahtera juga tidak menghalanginya buat selalu mendukung revisi UU KPK.
Ya, upaya Dewan Perwakilan Rakyat merevisi UU KPK memang bukan muncul baru-baru ini. Upaya ini telah muncul sejak era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2010 lalu.
Upaya revisi UU KPK pertama kali diwacanakan oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yg dipimpin politisi Partai Demokrat, Benny K Harman, pada 26 Oktober 2010.
Saat itu, Fahri juga masih menjabat sebagai anggota komisi hukum dan ikut mendukung revisi UU KPK.
Baca juga: Revisi UU KPK Segera Disahkan Jadi Undang-Undang dalam Rapat Paripuna
Pertengahan Desember 2010, Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah memutuskan revisi UU KPK masuk dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2011 sebagai usul inisiatif DPR.
Namun, hingga akhir tahun 2011, Dewan Perwakilan Rakyat belum berhasil membahas revisi UU KPK.
DPR bersama pemerintah kembali memasukkan revisi UU KPK dalam daftar RUU prioritas Prolegnas 2012. Kali ini, Komisi III akan serius merumuskan draf revisi UU KPK.
Namun, upaya revisi segera menuai kritik karena komisi hukum menyusun draf yg dianggap banyak pihak bisa melemahkan
Contohnya, penghilangan kewenangan penuntutan, adanya mekanisme penyadapan yg harus meminta izin ketua pengadilan negeri terlebih dulu, serta dibentuknya dewan pengawas.
Pimpinan KPK ketika itu turut bereaksi keras menanggapi revisi tersebut. Pada 19 September 2012, Ketua KPK Abraham Samad menyampaikan bahwa revisi bisa mempereteli kewenangan lembaga yg dipimpinnya.
“Kalau penuntutan maupun penyadapan dipereteli, mendingan KPK dibubarkan saja,” kata Abraham.
Baca juga: Ini Aturan Penyadapan di KPK Versi DPR
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya menolak revisi UU KPK karena timing-nya tak tepat, meskipun sebelumnya Partai Demokrat sempat mendukung revisi UU tersebut.
Penolakan tersebut disampaikan SBY dalam pidatonya yg menanggapi konflik antara KPK dan Polri.
“Pemikiran dan rencana revisi UU KPK sepanjang buat memperkuat dan tak buat memperlemah KPK sebenarnya dimungkinkan. Tetapi, aku pandang kurang tepat buat dikerjakan ketika ini. Lebih baik sekarang ini kalian tingkatkan sinergi dan intensitas seluruh upaya pemberantasan korupsi,” kata SBY di Istana Negara, Jakarta, pada 8 Oktober 2012.
Sumber: http://nasional.kompas.com
BanyumasRaya.com