Banyumas Raya
Jakarta, Beberapa waktu yg dahulu masyarakat kembali dikejutkan dengan berita penangkapan artis terkait dengan penyalahgunaan narkoba. Fachri Albar menjadi sorotan karena ditangkap akibat penyalahgunaan sabu, menyusul kemudian Roro Fitria, dan anak-anak pedangdut legendaris Elvy Sukaesih. Penangkapan ini tidak mengurangi deretan panjang para pesohor yg mengalami permasalahan penyalahgunaan narkoba, di mana sebagiannya pernah menjadi duta anti narkoba. Hal ini tentu saja mengecewakan, para persohor yg sebelumnya didaulat sebagai garda terdepan bagi mengedukasi masyarakat agar tak terjebak dalam penyalahgunaan narkoba, sekarang ini justru terjerembab dalam lubang yg sebenarnya berusaha mereka tutup.
Ada berbagai alasan yg melatarbelakangi mengapa para pesohor tersebut memakai narkoba, baik faktor internal maupun eksternal. Namun, apapun alasannya peristiwa ini sejatinya memberikan peringatan bahwa persoalan penggunaan narkoba mampu menjangkiti siapapun, termasuk para pekerja seni yg popular di masyarakat. Apalagi lingkungan pekerjaan maupun pergaulan mereka juga rentan bagi disusupi oleh bandar maupun pengedar yg berusaha agar bisnisnya berjalan dengan lancar dengan menargetkan mereka sebagai konsumen setia, karena dianggap bisa buat membiayai kebutuhan pemakaian narkobanya.
Catatan Terkait Penangkapan Artis
Tentu patut diapresiasi kinerja aparat yg mengungkap permasalahan ini, tapi terdapat catatan yg perlu diperhatikan. Yang pertama, penangkapan para pesohor ini tidak cuma membuka mata bahwa masih banyak peredaran narkoba di kalangan publik figur, yg kedua adalah perlunya evaluasi dalam upaya demand reduction yg sudah dijalankan. Seperti yg kalian ketahui bersama bahwa penanganan persoalan narkoba tak cuma terpaku pada pengurangan ketersediaan narkoba saja (supply reduction) namun juga perlunya upaya pengurangan permintaan mulai narkoba tersebut.
Baca juga: Eks Pecandu Narkoba Punya Pantangan Selepas Rehabilitasi, Ini Salah Satunya
Penangkapan artis ini kemudian menimbulkan berbagai pertanyaan di tengah masyarakat, apakah sebagai upaya supply reduction ataukah upaya demand reduction. Jika dimaksudkan upaya menekan supply, mengapa si artis yg notabene pengguna, ditangkap terlebih dahulu, sementara pengedar maupun bandarnya ditangkap belakangan. Pertanyaan kedua yg tidak jarang muncul adalah seandainya proses penangkapan artis bagian dari demand reduction, mengapa sang artis justru dijebloskan ke dalam penjara, sementara kebanyakan mereka tak terlibat dalam jaringan. Sebagian masyarakat lainnya malah berpikir bahwa penangkapan artis ini rentan terhadap aksi penyuapan maupun pemerasan, apalagi seandainya kemudian sang artis berupaya mengalihkan hukumannya ke arah rehabilitasi, sementara masyarakat biasa yg juga ditangkap karena memakai narkoba, tak banyak mendapatkan akses rehabilitasi.
Adanya pemikiran seperti itu tentu tak mampu dihindarkan, terlebih terkadang terdapat perbedaan pandangan terhadap tafsir pasal-pasal rehabilitasi dikalangan penegak hukum, di mana sebetulnya semangat undang-undang narkotika nomor 35 tahun 2009 dalam hal ini adalah bagaimana para pecandu atau penyalahguna narkoba mendapat akses buat berobat. Kemudahan akses terhadap terapi dan rehabilitasi yaitu hal utama dalam upaya demand reduction selain kegiatan yg bersifat pencegahan. Penangkapan artis tersebut barangkali dimaksudkan menimbulkan efek penggetar terhadap mereka yg menggunakan narkoba agar langsung berhenti, dan pergi mencari pertolongan ke tempat-tempat terapi, namun boleh dibilang seandainya usaha tersebut tak membuahkan hasil yg signifikan. Pendekatan kriminalisasi justru membuat mereka yg mengalami adiksi terhadap narkoba enggan bagi mengakses tempat rehabilitasi. Tingginya stigma juga membuat mereka khawatir identitasnya terbongkar.
Perlunya Pendekatan Community Mental Health
Kehidupan artis yg sibuk dengan jadwal yg padat membuat mereka rentan terhadap burn-out, apalagi seandainya kehidupan pribadinya menjadi sorotan media, atau menjadi bulan-bulanan media sosial, maka stressor besar ini bisa memicu depresi, gangguan cemas, atau persoalan kesehatan jiwa lainnya seperti penyalahgunaan narkoba sebagai upaya self-medication. Selain itu minimnya “menu” pilihan terapi juga semakin mempersempit akses, terutama dengan timbulnya kekhawatiran soal nafkah atau penghasilan pada mereka yg masih produktif sebagaimana para pesohor tersebut. Selama ini, pilihan terapi dan rehabilitasi lebih banyak memakai prinsip institusional, utamanya pendekatan residential atau terapi rawat inap yg memerlukan jangka waktu panjang, dan seakan-akan tak ada pilihan yg fleksibel dan mengakomodir kebutuhan mereka.
Mendorong adanya beragam pilihan dalam terapi dan rehabilitasi yg sesuai dengan kebutuhan individu pecandu narkoba yaitu kebutuhan mendesak. Oleh karena itu stakeholder terkait perlu berpikir keras bagaimana menyediakan macam terapi yg gampang diakses dan diterima oleh mereka yg mengalami ini. Pendekatan community mental health bisa menjadi pilihan. Pendekatan ini berupaya mendekatkan layanan didalam komunitas masyarakat sehingga bisa mengenali kebutuhan individu tersebut beserta keluarganya, membangun tujuan, kekuatan, dan ketahanan individu yg berorientasi pada pemulihan, serta membangun jaringan guna mendukung proses pemulihan yg fungsional. Jaringan ini adalah bagian dari manajemen perkara yg mulai menghubungkan kebutuhan mereka dengan berbagai modalitas terapi yg tersedia baik berupa intervensi dini, penanganan keadaan akut, maupun terapi yang lain yg berkesinambungan.
Tentu saja pendekatan ini tak cuma bisa diterapkan pada artis, namun semua lapisan masyarakat yg mengalami gangguan penggunaan narkoba ataupun persoalan kesehatan mental lainnya. Selain pertimbangan akses dan akseptabilitas, pendekatan ini dinilai jauh lebih murah ongkosnya, dibandingkan pendekatan institusional semata. Dengan pendekatan ini, stigma juga diharapkan berkurang, sehingga masyarakat memandang orang dengan gangguan penggunaan narkoba, tak lagi sebagai kriminal, namun sebagai manusia yg membutuhkan pertolongan. Pemahaman yg benar mulai hal ini diharapkan bisa mewujudkan masyarakat yg suportif terhadap proses pemulihan mereka yg mengalami gangguan penggunaan narkoba, sehingga demand terhadap narkoba bisa turun.
Baca juga: Jennifer Dunn Relapse Lagi, Dokter: Trigger Relapse Itu Macam-Macam
Hari Nugroho
Master Candidate in Addiction Studies di King’s College London. Penerima beasiswa Chevening 2017/18(up/up)
Sumber: http://health.detik.com
BanyumasRaya.com