Kemnaker: Hingga Agustus 2024 ada 46.000 PHK
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan dari awal Januari hingga akhir Agustus 2024 terdapat 46.240 karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja. Meski ada tren kenaikan, tapi Kemnaker berharap angka PHK tidak lebih tinggi dari tahun lalu yang mencapai 64.000
Sedangkan menurut Muhammad Andri P, ekonom dari Bright Institute, dikutip dari BBC Indonesia (12/11) diperkirakan angka ini terus bertambah hingga mencapai 70 ribu karyawan hingga akhir tahun. Angka ini akan lebih besar dibandingkan besaran PHK tahun lalu yang mencapai 64 ribu karyawan.
di Jawa Tengah, pekerja yang banyak mengalami PHK di sektor manufaktir, tekstil, hingga industri pengolahan.
“Manufaktur, tekstil, garmen, alas kaki. [Sementara] kalau di Jakarta kebanyakan [di sektor] jasa. Restoran, kafe, itu jasa banyak,” tutur Putri usai rapat kerja dengan Komisi IX di DPR RI.
Adapun di Banten, PHK banyak terjadi di industri petrokomia.
Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, berharap angka PHK tahun ini tidak melampaui tahun sebelumnya yang mencapai 64.855 pekerja.
Karenanya Kemnaker, klaim Ida, akan melakukan mitigasi agar gelombang PHK tidak terus bertambah besar. Caranya dengan mempertemukan manajemen dengan pekerja untuk berunding.
Upaya lain adalah membuka lowongan pekerjaan lewat bursa kerja nasional. Ida menyebut ada 178.000 lowongan pekerjaan yang dibuka dalam bursa kerja yang diselenggarakan Kemnaker beberapa waktu lalu.
‘Gelombang PHK diperkirakan terus membesar’
Tapi Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Elly Rosita, mengatakan harapan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah untuk menekan gelombang PHK sepertinya bakal pupus.
Sebab berdasarkan laporan yang masuk ke KSBI, sudah hampir 50.000 buruh terkena PHK -mayoritas dari industri tekstil dan garmen.
Berita kebangkrutan yang menimpa pabrik kompor Quantum membuat trenyuh. Kebangkrutan ini berdampak buruk bagi 500-an karyawan pabrik tersebut. Ini adalah sinyal buruk bagi kondisi perekonomian di Indonesia karena pabrik kompor Quantum bukan satu-satunya yang bangkrut pada tahun ini. Sepanjang tahun 2024 ada begitu banyak pabrik dan bank yang bangkrut, sehingga dilakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran.
Pabrik di Indonesia yang bangkrut dan tutup pada tahun ini di antaranya pabrik ban PT Hung-A di Cikarang dengan 1.500-an karyawan yang terdampak; pabrik sepatu Bata di Purwakarta dengan 233 karyawan yang mengalami PHK; dan pabrik garmen PT Cahaya Timur Garmindo yang terpaksa harus mem-PHK 650-an karyawan. Sementara dari daftar 12 bank yang bangkrut semuanya adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR), seperti PT BPR Dananta dan PT BPR Bali Artha Anugrah.
Berita penutupan dan kebangkrutan di atas adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar. Di lapangan jumlah mereka yang mengalami PHK jauh lebih besar. Pengurangan karyawan juga terjadi di level UMKM dan usaha-usaha kecil menengah yang bekerja di sektor jasa dan teknologi informasi.
Dari ribuan itu, klaimnya, masih sangat banyak yang belum mendapatkan pesangon dengan alasan perusahaan harus membereskan piutangnya terlebih dahulu ke pihak bank.
Baru setelahnya membayar pesangon buruh.
“Dan yang bikin kesal buruh itu perusahaan ujug-ujug berhenti beroperasi. Seumpama ada pemberitahuan enam bulan sebelumnya kan, buruh bisa negosiasi atau setidaknya mencari pekerjaan baru,” ujar Elly kepada BBC News Indonesia.
Elly memperkirakan gelombang PHK tidak akan berhenti.
Pengamatannya mulai banyak perusahaan dinyatakan pailit atau akhirnya pindah ke daerah lain yang upah minimumnya lebih kecil.
Dan situasi seperti ini, sebutnya, tak lepas dari UU Omnibus Law Cipta Kerja yang sangat memudahkan perusahaan melakukan PHK lantaran tidak ada ketentuan berapa kali PKWT atau status kontrak bisa diperpanjang.
Selain itu penggunaan tenaga outsourcing atau alih daya juga tak dibatasi pada bagian pekerjaan tertentu.
“Bahkan upah sektoral kan dihapuskan, padahal itu basis yang selama ini menguntungkan buruh.”
Dia juga menyebut sejak UU Cipta Kerja disahkan pada tahun 2020, belum ada pembukaan pabrik baru yang bisa menyerap ribuan tenaga kerja.
Kalau pun pemerintah mengeklaim angka pengangguran turun 4,82% pada Februari 2024, itu bukanlah disebabkan adanya lapangan pekerjaan baru, menurut Elly.
“Para pengangguran beralih jadi pengemudi ojek online, itu kan bukan lapangan kerja… karena mereka enggak ada jaminan sosial, upah minimum, dan enggak ada pesangon.”
“Jadi di mana lapangan pekerjaan yang pemerintah janjikan?”
‘Tidak ada pembangunan pabrik secara masif di zaman Jokowi’
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Elly Rosita, menyebut sejak UU Cipta Kerja disahkan pada tahun 2020, belum ada pembukaan pabrik baru yang bisa menyerap ribuan tenaga kerja.
Sampai saat ini Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan 6,25%. Adapun suku bunga deposit facility 5,50% dan suku bunga lending facility 7%.
Mengutip siaran pers BI, keputusan ini konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang pro-stabilitas, yaitu untuk penguatan lebih lanjut stabilisasi nilai tukar rupiah.
Faktor kedua, karena daya beli masyarakat yang turun.
Seperti diketahui sejumlah pengusaha tekstil dan garmen mengeluhkan sepinya pasar domestik gara-gara serbuan produk impor dari China.
Sementara pasar global masih mandek akibat konflik geopolitik yang terjadi di Ukraina dan Rusia.
“Dulu pasar ekspor Indonesia adalah AS, Eropa, dan Jepang, tapi negara-negara itu juga mengalami masalah yang sama seperti kita akibat banjir produk China.”
Faktor ketiga, UU Cipta Kerja.
Pengamatannya sejak UU ini diberlakukan nyaris tidak ada lapangan kerja baru skala besar yang tercipta. Kalaupun ada, dari sektor padat modal sepeti tambang.
Yang terjadi justru, sebutnya, para pengusaha diuntungkan karena bisa menekan pengeluaran melalui keringanan membayar hak-hak pekerja dan bisa sesukanya mengontrak pekerja.
“Faktanya begitu, lapangan kerja yang dihasilkan dari UU Cipta Kerja sangat sedikit dibandingkan ketika investasi dijalankan dengan sesuai norma ketenagakerjaan sebelumnya.”
“UU ini bahkan memudahkan PHK.”
“Kalau pemerintah mengeklaim Penanaman Modal Asing (PMA) dalam lima tahun terakhir di lima besar, tapi uangnya tidak menetes ke masyarakat kecil atau ekonomi lokal.”
Itu mengapa Andri menilai “tidak ada bisnis yang aman dari risiko PHK” saat ini.
Berkaca pada situasi tersebut, Andri menilai PHK akan terus membesar alias tak bisa dibendung. Apalagi jika pemerintah tak melakukan intervensi apapun pada tingkat suku bunga.
Perhitungannya angka PHK bisa di atas 70.000 kasus pada akhir tahun 2024.
“Kalau Januari-Agustus saja sudah di atas 45.000, maka bisa saja terjadi kenaikan 20% dibanding PHK tahun lalu yang mencapai 64.000 kasus, jadi sangat bisa di atas 70.000 orang terkena PHK,” ujarnya.
“Tapi andaikan suku bunga turun, cost of capital pasti akan dipertahankan, karena sudah di akhir-akhir tahun… mereka [pengusaha] akan tetap memPHK massal.”
Ekonom dari Center of Economics and Law Studies (Celios), Nailul Huda, juga menuturkan UU Cipta Kerja tidak ada gunanya karena tidak ada investasi yang masuk membawa penyerapan tenaga kerja yang besar.
Sektor industri, kata dia, porsinya terus menurun dibandingkan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Dari 22% di tahun 2010-an awal, sekarang hanya 18% di era Presiden Jokowi.
“Praktis tidak ada pembangunan pabrik secara masif di zaman Jokowi. Malah yang jamak terjadi adalah PHK,” bebernya.
Apa strategi pemerintahan Prabowo-Gibran atasi PHK?
Para pengamat ekonomi dan organisasi buruh menyebut masifnya PHK dan minimnya lapangan pekerjaan baru menjadi PR besar pemerintahan presiden-wakil presiden terpilih Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBI), Elly Rosita, bahkan menantang presiden terpilih Prabowo harus bisa membuat gebrakan di isu ketengakerjaan.
“Utamanya memastikan pekerjaan tersedia,” ucap Elly.
Merespons persoalan ini, penasihat ekonomi tim Prabowo-Gibran, Dradjad Wibowo, mengatakan untuk jangka pendek pemerintahan Prabowo sebutnya akan meninjau ulang kebijakan-kebijakan yang bisa mengganggu konsumsi kelas menengah seperti misalnya penerapan PPN 12%.
Kemudian memperbanyak pelatihan untuk vocational skills bagi anak-anak muda. Baik untuk pekerjaan-pekerjaan mekanik, industri, hingga berbagai jasa.
Terakhir, menggunakan standarisasi untuk peningkatan produktifitas tenaga kerja.