Sedikitnya tujuh orang tewas di Seoul, Korea Selatan setelah rekor curah hujan melanda wilayah ibu kota Seoul. Banjir dahsyat ini mengubah jalanan menjadi sungai, menenggelamkan kendaraan dan membanjiri stasiun metro.
Curah hujan lebih dari 100mm per jam tercatat di Seoul, daerah sekitar Provinsi Gyeonggi, dan kota pelabuhan Incheon pada Senin (8/8) malam. Curah hujan per jam di distrik Dongjak melampaui 141,5 mm pada satu titik. Ini merupakan catatan curah hujan per jam terparah yang melanda Seoul dalam kurun waktu 80 tahun.
Sejauh ini, setidaknya tujuh orang hilang berdasarkan laporan Selasa (9/8) pagi. Berbagai foto peristiwa yang dibagikan di media sosial memperlihatkan bagaimana warga Seoul berupaya mengarungi air setinggi pinggang, stasiun metro meluap, dan mobil setengah terendam, bahkan di distrik kelas atas Gangnam.
Menurut laporan lokal, tiga orang, termasuk seorang anak berusia 13 tahun, di distrik Gwanak di Seoul selatan meninggal setelah ruangan semi-basement mereka dibanjiri air bah. Ada juga seorang wanita tenggelam di rumahnya di distrik Dongjak, dan seorang pekerja sektor publik meninggal saat membersihkan ban yang jatuh. Diduga, ia tersengat arus listrik dari kabel yang masuk ke air.
Dikutip dari kantor berita Yonhap, Selasa (8/9/2022) ada kekhawatiran terjadi kerusakan lebih lanjut karena hujan deras diperkirakan akan turun untuk hari kedua berturut-turut. Administrasi badan meteorologi Korea mengeluarkan peringatan hujan lebat di seluruh ibu kota dan wilayah metropolitan berpenduduk 26 juta tersebut, serta sebagian provinsi Gangwon dan Chungcheong. Mereka memperkirakan hujan lebat di wilayah tengah negara itu akan berlanjut hingga setidaknya Rabu (10/8).
Dampak perubahan iklim
Korea Selatan sebenarnya tidak asing dengan hujan lebat di musim panas. Namun seorang pejabat administrasi meteorologi mengatakan situasi darurat perubahan iklim telah menyebabkan peningkatan curah hujan dan sering terjadinya hujan deras secara signifikan.
“Fenomena ini lebih sering terjadi akibat perubahan iklim, yang mengakibatkan musim panas yang berkepanjangan,” kata pejabat administrasi meteorologi itu tanpa menyebut nama.
Hujan badai juga melanda Korea Utara, di mana pihak berwenang mengeluarkan peringatan hujan lebat untuk bagian selatan dan barat negara itu.
Surat kabar Korea Utara Rodong Sinmun menggambarkan hujan yang terjadi sebagai potensi bencana dan menyerukan langkah-langkah untuk melindungi lahan pertanian dan mencegah banjir di Sungai Taedong yang mengalir melalui ibu kota Pyongyang.
Dikutip dari Reuters, perubahan iklim di Arktik dan Siberia juga berkontribusi menyebabkan hujan ekstrem di Asia Timur, termasuk Korea Selatan dan Korea Utara.
Hal ini disebabkan Kutub Utara mencair, mempersempiit kesenjangan suhu antara Kutub Utara dan wilayah garis tengah Bumi, dan akhirnya memicu gelombang dingin untuk mengalir ke garis lintang tengah.