Santo Purnama, seorang warga negara Indonesia yang kini tinggal di San Francisco, California, AS, berhasil mengembangkan alat untuk mendeteksi penyakit COVID-19 di tubuh seseorang dengan cepat. Selain mampu mengeluarkan hasil deteksi dengan cepat, alat buatannya juga dibanderol dengan harga murah.
Alat yang diciptakan Santo dan tim memungkinkan setiap orang untuk melakukan pengetesan di rumah masing-masing, dan hasilnya bisa yang akurat keluar dalam waktu 10 menit. Santo mengembangkan teknologi pengetesan COVID-19 itu melalui perusahaannya, Sensing Self, yang berbasis di Singapura.
Sensing Self merupakan perusahaan yang memproduksi alat kesehatan mandiri. Santo sendiri adalah salah satu pendiri atau co-founder Sensing Self.
Harga alatnya relatif lebih murah dibandingkan dengan alat tes lain, yaitu sekitar Rp 160 ribu per unit. Salah satu alternatif pengetesan COVID-19 dengan nostril swab, misalnya, biaya yang dikenakan sekitar Rp 1,2 juta sekali tes, dan prosesnya memakan waktu 1 jam.
dari Sensing Self mulai resmi diproduksi sejak Februari 2020 lalu, dan telah mendapatkan izin edar dari tiga pasar penting di dunia, yaitu Eropa (mendapatkan sertifikasi CE sehingga aman dipakai di Eropa), India (disetujui oleh National Institute of Virology dan Indian Council of Medical Research), serta Amerika Serikat (disetujui oleh Food and Drug Administration/FDA).
Untuk pasar Amerika Serikat, FDA telah memberikan persetujuan bagi alat deteksi cepat COVID-19 buatan Sensing Self, dengan syarat penggunaannya harus dilakukan di lembaga medis formal.
Di India, yang mencatat angka ribuan kasus positif Covid-19, telah memesan rapid test Sensing Self sejumlah 3 juta unit.
Rapid test buatan Sensing Self juga sudah digunakan untuk membantu lembaga-lembaga riset kesehatan dan bioteknologi ternama di Amerika Serikat, seperti Mayo Clinic, University of California San Francisco, dan Chan Zuckerberg Biohub. Lembaga yang terakhir disebut didirikan oleh CEO Facebook, Mark Zuckerberg, dan istrinya, Priscilla Chan.
Santo pun berkeinginan untuk membawa alat ini ke Indonesia untuk membantu pemerintah menekan laju penyebaran COVID-19 yang semakin hari terus bertambah kasusnya. Namun sayangnya, ia belum mendapatkan izin atau persetujuan dari regulator kesehatan Indonesia.
“Perang melawan COVID-19 adalah perang melawan waktu. Kita harus menekan laju pertumbuhan pandemi ini dengan melakukan tes seluas mungkin. Oleh karena itu, kami berharap Pemerintah Indonesia bisa memberikan respons positif bagi inisiatif kami untuk membawa alat tes mandiri ini ke Indonesia,”
Lebih lanjut Santo menjelaskan, jika setiap orang bisa melakukan tes mandiri, maka dapat meminimalisir risiko infeksi ketika pasien datang ke rumah sakit untuk melakukan tes. Alat untuk tes deteksi virus corona secara mandiri juga dapat mengurangi beban tenaga medis.
Santo mengaku sudah lebih dari empat minggu menunggu jawaban dari pemerintah Indonesia terkait persetujuan pemanfaatan alat tes cepat mandiri buatan Sensing Self. Sebagai perbandingan, badan farmasi Eropa hanya membutuhkan waktu dua sampai tiga minggu untuk menyetujui alat tes cepat COVID-19 dari Sensing Self. Sementara India hanya butuh satu minggu untuk melakukan uji coba, validasi, dan persetujuan akhir.
Sensing Self juga bikin alat tes COVID-19 berbasis PCR dan asam nukleat
Sensing Self memproduksi dua model alat untuk tes COVID-19. Alat pertama adalah yang mengambil sampel darah pengguna untuk mengecek antibodi dan mengetahui apakah seseorang terpapar virus corona SARS-CoV-2. Alat kedua dari Sensing Self berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction) yang mengambil sampel cairan pernapasan pasien untuk mendeteksi virus corona SARS-CoV-2.
Alat pertama yang berbasis sampel darah sering disebut sebagai alat rapid test COVID-19, karena harganya yang murah, dan bisa mengeluarkan hasil pemeriksaan dalam 10 menit.
Meski hasilnya keluar secara instan, tes ini masih berbasis serologi, yakni pengidentifikasian virus berdasarkan antibodi yang terbentuk dalam tubuh setelah terinfeksi virus. Pada orang yang terinfeksi virus kurang dari seminggu, respons imun tubuh belum terbentuk.
Untuk menyiasatinya, rapid test bakal kembali dilakukan 6 atau 7 hari kemudian setelah tes pertama dilakukan. Selain itu, perlu juga konfirmasi ulang dengan tes PCR, yang hasilnya lebih akurat karena menggunakan spesimen swab tenggorokan.
Untuk alat kedua yang berbasis sampel cairan pernapasan dijual lebih mahal, sekitar Rp 1,2 juta. Hasilnya dapat keluar selama 1 jam.
Selain alat tes COVID-19 yang berbasis sampel darah dan PCR, Santo dan tim juga tengah mengembangkan tes asam nukleat (nucleic acid test) untuk mendeteksi infeksi COVID-19 sedini mungkin dan akan dibanderol dengan harga terjangkau. Hasil tesnya diklaim mampu mendeteksi dengan akurasi hingga 99 persen pada hari pertama mereka terpapar virus corona.