Penyakit Ginjal Kronik Sedot Dana BPJS

oleh -277 Dilihat

Banyumas Raya

Jakarta – Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik tak cuma membutuhkan biaya perawatan mahal tapi risiko kematian juga tinggi. .

Terapi buat gagal ginjal kronik meliputi transplantasi ginjal, hemodialisis (HD) dan Continous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) atau tidak jarang disebut peritoneal dialisis saja.
Dengan metode peritoneal dialisis atau cuci darah sendiri dalam perut, pasien melakukan cuci darah secara mandiri dan tak perlu ke rumah sakit.

Kementrian Kesehatan (Kemenkes) melakukan kerjasama dengan Fresenius Medical Care (FMC), sebagai program CSR. Berupa edukasi ginjal pada anak sekolah, edukasi tatalaksana pada dokter dan perawat, dan edukasi mengenai peritoneal dialysis.

Data antara Januari 2014-Desember 2015 menunjukkan, jumlah pasien Penyakit Ginjal Tahap Akhir mencapai lebih dari 5 juta (4.5 juta rawat jalan dan lebih dari 600 ribu rawat inap. Total klaim biaya perawatan HD mencapai 7,6 triliun, sejak awal BPJS (2014) sampai 2016.

“Dari kajian ekonomi kesehatan, ada isu yg disoroti terkait tingginya pasien gagal ginjal kronik yg menjalani dialisis, ke mana dana hemodialisa ini mengalir paling banyak, ke pemasok alat-alat dan cairan dialisis atau ke penyedia layanan dialisis (klinik dan rumah sakit)?” kata Prof. Budi Hidayat Ketua CHEPS FKMI UI ketika ditemui di Kemenkes RI, Jakarta, Kamis,(08/03/2018).

Hasil dua kajian memamerkan CAPD sebenarnya lebih cost efektif dibandingkan HD. Selain itu kualitas hidup pasien yg menjalani CAPD umumnya lebih baik, dan tak membutuhkan klinik atau sarana khusus.

“Tetapi faktanya berbeda. Di Indonesia, baru 2 persen pasien gagal ginjal yg telah memakai CAPD (data tahun 2016),” tambahnya.

Data BPJS Januari-Desember 2016 memamerkan baru 18.597 peserta CAPD dengan total biaya 98,7 miliar. Jauh dibandingkan pasien HD yg mencapai 3,1 juta orang dengan total biaya 3,1 triliun rupiah. (tka)
Sumber: http://gayahidup.inilah.com
BanyumasRaya.com

No More Posts Available.

No more pages to load.