Banyumas Raya
Jakarta – Pemerintah Indonesia melalui Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi 019K/34/M.PE/1998 tentang Wajib Daftar Pelumas Yang Beredar di Dalam Negeri, sudah menerbitkan peraturan tentang Nomor Pelumas Terdaftar (NPT) sebagai upaya melindungi konsumen di Indonesia dalam mendapatkan produk pelumas yg berkualitas.
Hal ini juga sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas dan turunannya yakni Keppres Nomor 21 Tahun 2001, serta Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri (Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Menteri Keuangan, serta Menteri Perindustrian dan Perdagangan).
Isinya sangatlah jelas bahwa standar dan mutu pelumas menjadi wewenang dan tanggung jawab Menteri ESDM RI.
Regulasi itu terbukti efektif karena sejak diberlakukan 20 tahun dahulu hingga ketika ini tak ada berita-berita tentang kerusakan mesin akibat pelumas yg tak bermutu.
Regulasi tersebut selalu diperkuat sesuai dengan perkembangan kebijakan pemerintah. Terbukti, melalui Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 2001 pemerintah mewajibkan prosedur uji laboratorium dan pendaftaran untuk segala pelumas yg beredar di Indonesia.
Jaminan kualitas produk pelumas di Tanah Air semakin kuat setelah pemerintah melalui Peraturan Menteri (Permen) Menteri ESDM Nomor 053 Tahun 2006 yg memasukkan standar SNI sebagai standar dalam pengajuan NPT wajib (adopsi dari standar internasional).
Selain itu, juga memasukkan standar internasional dan rekomendasi standar dari pabrikan setiap tahun.
Pengujian di laboratorium sebagai dasar NPT dikerjakan terhadap 14 parameter fisika kimia secara lengkap dan cermat oleh Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) Kementerian ESDM. Proses seperti itu berlangsung hingga ketika ini.
Proses ini sekaligus menjadi bukti bahwa pengawasan kualitas pelumas yg beredar serta perlindungan kepentingan konsumen pelumas di Indonesia sudah lengkap dan pasti.
Dengan demikian, pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) wajib untuk produk pelumas di Tanah Air, justru mempersempit cakupan landasan standar kualitas yg sudah ada.
Sesuai dengan instruksi Presiden juga menegaskan agar tak boleh ada tambahan regulasi baru buat pertumbuhan industri, regulasi yg sudah berjalan ditingkatkan pengawasannya saja.
“Oleh karena itu, kita sangat menyesalkan pernyataan dari Juergen Gunawan dari Masyarakat Pelumas Indonesia (MASPI) perihal perlunya SNI bagi melindungi konsumen. Pernyataan tersebut sangat pincang. Karena standar mutu pelumas telah dijamin dengan regulasi NPT yg meliputi segala pelumas yg beredar tanpa kecuali, dengan mengacu pada syaratsyarat standar internasional untuk pelumas yg belum ada SNI-nya dan mengacu pada standar SNI untuk pelumas yg telah ada SNI-nya dari BSN (Badan Standarisasi Nasional),” kata Paul Toar, Ketua Perhimpunan Distributor, Importir, dan Produsen Pelumas Indonesia (PERDIPPI), dalam siaran persnya.
Dengan dasar NPT itu pula, lanjut Paul, pelumas yg beredar di Indonesia sudah terbukti sebagai pelumas yg memenuhi standar mutu tak cuma SNI tapi juga internasional. Karena itu pula, dia menilai pernyataan Juergen bertentangan dengan fakta tersebut.
“Aspek yg tak disinggung oleh Juergen Gunawan adalah biaya sertifikasi SNI yg berkisar Rp500 juta per produk per empat tahun yg pasti mulai menjadi beban konsumen, terutama seandainya dibandingkan dengan biaya sertifikasi NPT yg cuma sekitar Rp10 juta hingga Rp15 juta per lima tahun,” ujarnya.
Membebani Konsumen dan Industri
Besarnya biaya proses uji laboratorium yg dikenakan sebagai syarat ketentuan SNI Wajib tersebut seandainya diberlakukan dipastikan mulai semakin membebani industri dan konsumen. Sebab, segala biaya itu pada akhirnya dibebankan kepada konsumen dalam komponen harga.
Pada sisi lain, industri juga mulai semakin sulit bersaing. Sehingga, patut diduga upaya pemberlakuan ketentuan SNI Wajib tersebut yaitu bagian dari cara menghadang produk impor dalam persaingan.
“Dari yg kita ketahui dari berbagai sumber, wacana pemberlakuan SNI wajib bukan dimaksudkan sebagai perlindungan konsumen namun buat menjadi non tariff barrier untuk pelumas impor. Dampak sampingnya pasti juga mulai mematikan daya saing dari perusahaan-perusahaan pelumas lokal yg kecil,” kata Paul.
Padahal, selama ini keberadaan NPT sudah menjamin kesehatan industri yg selalu berkembang. Terlebih koordinasi antara Kementerian ESDM dengan Mabes Polri, SAE Indonesia, asosiasi, YLKI, sebagai tindak lanjut dari kebijakan NPT itu sudah berjalan efektif
Tindak pemalsuan pelumas mampu dengan langsung ditindak dan diproses hukum. Bahkan jumlah industri pun berkembang dari sekitar 20-an industri di tahun 2001 kini menjadi sekitar 200-an industri. Hal ini terjadi karena regulasi NPT yg gampang dan efektif serta efisien.
Sekadar catatan, perkiraan biaya sertifikasi SNI per SKU nilainya sebagai berikut: biaya sertifikat Rp10 juta, biaya audit pabrik/tahun Rp35 juta hingga Rp100 juta, biaya sertifikat yang lain Rp5 juta, biaya test dan evaluasi Rp20 juta, biaya akomodasi/orang Rp10 juta hingga Rp100 juta.
Dengan demikian, total biaya tersebut mencapai antara Rp80 juta hingga Rp235 juta per tahun per SKU (Stock Keeping Unit). Biaya ini belum termasuk engine performance test, surveillance test, re-test, re-audit, serta pajak.
Sumber: http://teknologi.inilah.com
BanyumasRaya.com