Masalah Kendaraan Listrik Masih Soal Harga

oleh -153 Dilihat

Banyumas Raya

JAKARTA, – Demi mencapai target sebagai pemain dan produsen kendaraan listrik dunia, Indonesia menghadirkan program Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yg menjadi bagian “Making Indonesia 4.0”. Targetnya pada 2025, 20 persen dari kendaraan adalah berteknologi elektrifikasi.

Namun seperti diketahui, kendaraan elektrifikasi, baik itu hybrid, PHEV, Battery Electric Vehicle (BEV) dikenal dengan harganya yg mahal. Ini diamini oleh Senior Research Fellow The Institute of Energy Economic, Japan (IEEJ), Ichiro Kutani, dalam pemaparannya di Seminar Indonesia – Jepang Automotif dengan tema Electrified Vehicle Concept of xEV and Weel to Wheel, di Kementerian Perindustrian, Jakarta, Selasa (29/1/2019).

“Ada beberapa tantangan yg harus dihadapi di Indonesia. Salah satunya adalah harga kendaraan listrik. Sebab baterai kendaraan listrik itu masih mahal harganya sehingga ke depan perlu diperbincangkan suatu teknologi yg mampu menekan biaya itu,” ucap Kutani.

Kutani menambahkan, terkait kepentingan pengamanan energi (energy security) dan perbaikan terhadap lingkungan, persoalan pembangkit listrik jadi salah satunya. Pembangkit listrik di Indonesia masih memakai batu bara yg kurang populer dalam isu lingkungan.

Baca juga: Pemerintah Ingatkan Target Soal Kendaraan Listrik

SPBU Kuningan, Jakarta Selatan menjadi pilot project Green Energy Station (GES).stanly SPBU Kuningan, Jakarta Selatan menjadi pilot project Green Energy Station (GES).

“Walau kendaraan listrik banyak diproduksi itu tak memberikan dampak yg signifikan pada perbaikan lingkungan. Maka ke depannya dipikirkan bagaimana caranya mampu mengurangi terhadap dampak lingkungan,” ucap Kutani.

Ahli Teknik Ketenagalistrikan ITB Agus Purwadi, menambahkan, harga jual di Indonesia menjadi faktor utama bagi mempopulerkan kendaraan listrik di Tanah Air. Jika ingin produk ramah lingkungan ini dilirik, artinya harus murah dan terjangkau.

“Untuk aspek pengguna, paling utama dari mobil listrik itu adalah efisiensi (harga). Itu nomor satu. Lalu kenyamanan nomor dua,” ucap Agus di kesempatan yg sama.

Agus mencontohkan produk yg masuk dalam program LCEV yakni mobil berbiaya produksi murah dan efisien atau dikenal dengan LCGC. Pada kendaraan ini yg diutamakan adalah harga dengan mengesampingkan faktor kenyamanan.

Baca juga: Wuling Sudah Siap dengan Mobil Listrik

“Kita lihat kenapa LCGC dapat dibilang sukses sampai ketika ini? Itu ada efisiensi yg dibangun, meskipun kenyamannya di trade-off (diganti),” ucap Agus.

Dirjen ILMATE Kementerian Perindustrian, Harjanto mengungkapkan buat mencapai target 2025 pemerintah mulai memberikan dukungan insentif. Salah satunya berupa tax holiday / mini tax holiday bagi industri komponen penting : industri baterai, industri motor listrik serta usulan income tax deduction sampai 300 persen bagi industri yg melakukan aktivitas R&D.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display(‘div-gpt-ad-974648810682144181-4112’); });

Sumber: http://otomotif.kompas.com
BanyumasRaya.com

No More Posts Available.

No more pages to load.