“Mengapa Daulat Rakyat Menentukan Pemimpin Daerahnya Mesti Direnggut?”

oleh -425 Dilihat

Banyumas Raya

JAKARTA, – Direktur Eksekutif Perkumpulan buat Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menegaskan, perdebatan terkait mekanisme pemilihan kepala daerah segera atau melalui DPRD adalah diskursus yg telah tuntas pada 2014.

Pada ketika itu, Susilo Bambang Yudhoyono selaku Presiden menghentikan perdebatan itu dengan mengeluarkan Perppu No. 1 Tahun 2014.

“Jika wacana mekanisme pemilihan kepala daerah (lewat DPRD) kembali diperdebatkan, ini adalah langkah mundur,” kata Titi dalam informasi resminya kepada , Selasa (11/4/2018).

(Baca juga : Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Wacanakan Kembalikan Pilkada Lewat DPRD)

Ia menganggap, mencuatnya wacana itu justru semakin memperkeruh pelaksanaan demokrasi di Indonesia.

Titi menegaskan, agar Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah melakukan evaluasi terhadap masalah yg muncul di dalam sistem pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung.

Dengan demikian, Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah dapat melakukan perbaikan terhadap dua kelemahan tersebut.

Terkait dengan alasan biaya politik yg tinggi di dalam pemilihan kepala daerah, Titi menganggap, alasan tersebut perlu dilihat secara serius, apakah masalah ini berasal dari sistem pemilihan kepala daerah langsung.

“Dari fakta yg terjadi, biaya politik yg tinggi, justru dikeluarkan oleh calon kepala daerah buat hal-hal telah dilarang di dalam UU Pilkada,” kata dia.

(Baca juga : Zulkifli Hasan Setuju Pilkada Dikembalikan ke DPRD)

Titi menyoroti biaya buat membayar uang pencalonan atau mahar politik kepada partai buat proses pencalonan.

Ia mengakui, penyerahan uang kepada partai adalah satu realitas yg tidak mampu dibantah di dalam pencalonan kepala daerah.

Padahal, ketentuan memberikan uang kepada partai politik atau partai politik menerima uang terkait proses pencalonan kepala daerah ini telah diancam sanksi di dalam UU Pilkada.

“Lalu, saat biaya politik tinggi itu disebabkan oleh partai politik, dan perilaku oknum kepala daerah sendiri, mengapa daulat rakyat bagi menentukan pemimpin daerahnya yg mesti direnggut?” katanya.

Perludem melihat, pemahaman elite politik atas wacana ini cenderung tak tepat. Ia khawatir wacana ini mampu berdampak buruk dan menghasilkan kekeliruan.

(Baca juga : PKS Sepakat buat Setujui Pilkada Dikembalikan ke DPRD)

Titi menyarankan agar Dewan Perwakilan Rakyat dan Pemerintah lebih produktif seandainya melakukan perbaikan terhadap sistem pemilihan kepala daerah.

“Mereka harus melihat berdasarkan pendekatan evaluatif yg konstruktif dari pengalaman tiga kali pilkada transisi ini Pilkada 2015, Pilkada 2017 dan Pilkada 2018,” katanya.

Wacana yg semakin mencuat

Sejumlah elit politik tampak memamerkan keinginannya buat mengubah sistem pilkada segera menjadi sistem pilkada lewat DPRD.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Bambang Soesatyo pernah mengusulkan perubahan sistem pemilihan kepala daerah, dari pemilihan segera menjadi pemilihan melalui DPRD.

Bambang mengatakan, banyak persoalan yg dihadapi dengan adanya pilkada langsung. Beberapa di antaranya, yakni politik biaya tinggi yg kemudian memunculkan korupsi.

Di sesuatu sisi, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga sempat terlibat diskusi mendalam terkait pengembalian pilkada ke DPRD.

“Nah, aku kira ini tahun depan pilkadanya telah selesai serentak. Pak Ketua (DPR) menawarkan revisi ulang Undang-undang Pilkada dan nanti mulai dapat kalian bicarakan,” kata Tjahjo.

Sementara itu, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan mengaku setuju dengan wacana pengembalian pilkada melalui DPRD lewat revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.

Zulkifli menilai, sistem Pilkada harus diperbaiki bagi menghindari besarnya biaya politik dan maraknya politik uang.

Sementara, partai politik dilarang buat mencari uang buat menutup biaya politik dan negara tak dapat menanggungnya.

“Jadi sistemnya harus diperbaiki, kalau tak diperbaiki kan begini terus,” kata Zulkifli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4/2018).

Selain itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon menilai, pilkada melalui DPRD lebih efisien daripada pilkada langsung.

Menurut dia, dengan pelaksanaan pilkada melalui DPRD maka negara mampu menghemat anggaran yg cukup besar. Selain itu, sistem tersebut dianggap dapat menekan angka korupsi.

“Ya jelas lebih efisien, lebih murah,” kata Fadli di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (10/4/2018).

googletag.cmd.push(function() { googletag.display(‘div-gpt-ad-974648810682144181-4112’); });

Sumber: http://nasional.kompas.com
BanyumasRaya.com

No More Posts Available.

No more pages to load.