Banyumas Raya
INILAH.COM, Jakarta – Dewasa ini epidemi atau wabah global seperti Penyakit Tidak Menular (PTM) di antaranya stroke, hipertensi, diabetes, kanker, dan penyakit paru obstruktif kronis menjadi ancaman serius.
“PTM menyebabkan sekitar 41 juta kematian di dunia setiap tahunnya dan yaitu penyebab penting kematian di dunia ketika ini. PTM mempengaruhi seluruh orang, negara berpendapatan menengah ke bawah atau low-middle income countries (LMICs) seperti Indonesia, yg sudah menanggung beban terbesar dengan sekitar 28 juta kematian, setiap tahunnya akibat PTM,” kata Ketua dan pelopor Foundation for International Human Rights Reporting Standards (FIHRRST), Marzuki Darusman, dalam keterangannya, di Jakarta, Kamis (3/10/2019).
Kondisi layanan kesehatan ketika ini menurut Marzuki umumnya masih bersifat reaktif. Bahkan, seringkali kurang memiliki kapasitas buat mengobati penyakit tak menular, terutama yg bersifat kronis jangka panjang seumur hidup.
Bagi individu, dapat meminimalkan risiko PTM dengan melakukan perubahan gaya hidup maupun dengan tak melakukan aktivitas yg berbahaya. Misalnya merokok, merubah pola makan tak sehat, dan kurangnya aktivitas fisik yg aktif.
“Sayangnya, cara tersebut tak terus gampang buat sebagian masyarakat,” ujarnya.
Untuk memastikan hak mereka atas kesehatan, lanjut Marzuki, setiap individu paling tak harus menyadari hak mereka atas keterangan dan hak bagi menikmati manfaat dari kemajuan ilmiah.
“Ini harus mencakup pengetahuan tentang dan akses ke produk-produk alternatif atau kurang berbahaya seperti garam rendah sodium, gula rendah kalori, dan rokok alternatif,” paparnya.
Terkait hal itu, pihaknya berupaya bagi mengurangi risiko kesehatan melalui inovasi-inovasinya. Sehingga diperlukan akses terhadap keterangan tersebut, baik dari pemerintah maupun perusahaan.
“Kami di FIHRRST sudah melakukan penelitian tentang hak atas keterangan dan inovasi ilmiah di Indonesia, terutama yg berkaitan dengan produk alternatif atau yg kurang berbahaya,” ujarnya.
Terkait dengan pemerintah lanjut Marzuki, publik mampu memiliki peran aktif bagi melindungi kesehatannya. Publik harus memiliki akses ke produk-produk kurang berbahaya dengan pengetahuan yg cukup.
“Di sini, pemerintah harus terlibat dari tahap penelitian hingga dalam mengomunikasikan ke masyarakat. Pemerintah mampu memulai dengan mendorong keterlibatan publik dalam penelitiannya. Pemerintah juga perlu memberikan insentif dan menyelenggarakan forum-forum penelitian,” katanya.
Pendiri dan Ketua dari Yayasan Pemerhati Kesehatan Publik (YPKP) Prof.Dr.drg. Achmad Syawqie menyebut perlunya dikerjakan penelitian ilmiah yg lebih mendalam tentang produk tembakau alternatif dan hasilnya dibuka buat umum.
“Ini mempertimbangkan berbagai manfaat dari konsep dan pendekatan pengurangan bahaya bagi menurunkan prevalensi merokok dan mempertimbangkan semakin banyak bukti independen dan penelitian ilmiah,” katanya.
Selain itu, perlu dibuat peraturan perundang-undangan yg mencerminkan pemahaman terkini tentang sains dan teknologi secara transparan dan objektif. Apabila kementerian terkait sudah mengevaluasi produk-produk tersebut, negara mampu mengizinkan pelaku usaha yg menghasilkan produk-produk alternatif, bagi dijual produk-produk tersebut kepada masyarakat dengan batasan-batasannya.
“Menjadi tanggung jawab pemerintah bagi memberikan keterangan tersebut dengan cara yg gampang dipahami oleh publik. Perlu diteliti bagaimana cara warga mengonsumsi informasi, khususnya keterangan tentang kesehatan. Terutama faktor-faktor yg mampu menghambat penyebaran keterangan yg akurat seperti buta huruf dan penolakan-penolakan dari masyarakat,” terangnya.
Dr. Ardini Raksanagara, dr., MPH dari Departemen Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Padjadjaran, mengingatkan bahwa masyarakat berhak buat memperoleh keterangan terbuka.
“Upaya pemerintah bagi mengatakan keterangan harus lebih ditingkatkan melalui berbagai aplikasi kemajuan teknologi dan media, konsisten, dan memperkuat sistem keterangan kesehatan,” kata Ardini. [adc]
Sumber: http://gayahidup.inilah.com
BanyumasRaya.com