Banyumas Raya
Jakarta – Selebgram anak kerap meraup pundi – pundi rupiah. Apakah hal tersebut menjadi salah sesuatu yg baik?
Tingkahnya yg lucu nan menggemaskan di media sosial, khususnya Instagram membuat selebgram anak menyita perhatian banyak orang. Tak mengherankan pula seandainya selebgram anak memiliki banyak pengikut atau followers di media sosial dan kerap kali mendapat banyak tawaran endorsement.
Alhasil, anak pun telah dapat menjaring pundi-pundi rupiah atau memiliki penghasilan sendiri di usia dini. Meski begitu, orang tua tentunya tak boleh memaksa anak bagi melakukan endorsement karena hal tersebut mampu mendekatkan anak dengan eksploitasi.
Lantas, bagaimana pandangan ahli mengenai selebgram anak dan eksploitasi? Benarkah menjadikan anak sebagai selebgram mampu dikatakan sebagai eksploitasi? Apa sajakah dampak psikologis menjadikan anak sebagai selebgram?
Perlukah Orang Tua Membuatkan Media Sosial buat Anak?
Seperti yg diketahui, Instagram yaitu salah sesuatu media sosial yg banyak digunakan ketika ini. Hal inilah yg membuat banyak orang memakai atau memanfaatkan Instagram buat menjadi populer dan dikenal sebagai selebriti Instagram (selebgram).
Pada era digital seperti ketika ini, siapapun mampu terkenal atau menjadi selebgram tanpa mengenal usia.
Tidak cuma orang dewasa, anak pun mampu menjadi selebgram. Meski begitu, berdasarkan survei yg dikerjakan oleh Teman Bumil selama sepekan dan diikuti oleh 400 responden, 84,4 persen orang tua tak merasa perlu membuatkan akun media sosial buat anak.
Selain itu, 80,7 persen orang tua juga tak ingin anaknya menjadi selebgram. Adapun dua alasan orang tua yg tak ingin anaknya menjadi selebgram di antaranya takut mengganggu tumbuh kembang dan privasi anak, khawatir terjadinya kejahatan pada anak, hingga tak ingin memaksa atau mengeksploitasi anak.
Menanggapi hal tersebut, menurut Psikolog Denrich Suryadi, pada dasarnya anak tak memahami konsekuensi mengenai dunia media sosial, terlebih pada usia dini.
“Anak mungkin awalnya memiliki kegemaran bagi tampil, milik rasa yakin diri sehingga berani buat tampil,” ungkap Denrich, seperti yg dikutip dari siaran pers Teman Bumil, Jakarta, Selasa, (03/12/2019).
Denrich menambahkan, membagikan aktivitas anak atau hal-hal yang lain seputar anak di media sosial sebenarnya sah-sah saja, namun yg perlu diperhatikan ada juga dampak negatif publisitas yg dapat berisiko pada anak nantinya.
“Anak yg masih berusia dini (0-10 tahun) tak seharusnya memiliki akun media sosial sendiri karena anak belum memahami konsekuensinya,” jelasnya.
Sehingga, menurut Denrich, semua risiko tersebut sepenuhnya harus ditanggung orang tua yg mengelola akun media sosial anak.
“Kembali lagi, dampaknya bisa berimbas pada anak, apalagi seandainya anak nantinya tak ingin profilnya sebenarnya disebarluaskan di media sosial,” tambahnya. (tka)
Sumber: http://gayahidup.inilah.com
BanyumasRaya.com