Kasus Heli AW101, KPK Akan Dukung TNI AU Hadapi Gugatan Perdata

oleh -155 Dilihat

Banyumas Raya

JAKARTA, – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK) mulai mendukung TNI Angkatan Udara (AU) dalam menghadapi gugatan oleh PT Diratama Jaya Mandiri dengan gugatan dalam masalah nomor 103/Pdt.G/2018/PN. Jkt.Tim.

Untuk diketahui, KPK sudah memutuskan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh sebagai tersangka. Irfan yaitu pihak swasta yg dijerat oleh KPK terkait dugaan korupsi pada pengadaan helikopter AugustaWestland 101.

“Terkait gugatan perusahaan tersangka IKS ke TNI AU, Biro Hukum KPK juga sudah berkoordinasi dengan pihak TNI AU dan mengajukan diri sebagai pihak ketiga yg berkepentingan,” ujar Febri dalam informasi tertulisnya, Senin (7/5/2018).

Baca juga: Tuntaskan Kasus Heli AW101, KPK Ingin Komitmen Panglima TNI dan BPK Terjaga

Dalam gugatan ini, perusahaan tersebut menggugat TNI AU agar mengabulkan sejumlah permohonan terkait pembayaran tahap III yg tak dibayarkan sebesar Rp 73,8 miliar, sebagian pembayaran tahap IV senilai Rp 48,5 miliar, dan pengembalian jaminan pelaksanaan senilai Rp 36,94 miliar.

Febri mengungkapkan, KPK keberatan dengan gugatan perdata oleh PT tersebut karena proses penanganan masalah pengadaan helikopter tersebut masih selalu berlangsung.

Di sisi lain, KPK juga melihat adanya potensi kerugian negara yg besar seandainya pembayaran tersebut dilakukan.

“Jika pembayaran dikerjakan ada resiko kerugian negara yg lebih besar nantinya. Sehingga jauh lebih baik agar masalah dugaan tindak pidana korupsi diselesaikan terlebih dahulu,” katanya.

Baca juga: Kasus Korupsi Helikopter AW101, PPATK Temukan Aliran Dana ke Singapura dan Inggris

Dalam masalah ini, TNI memutuskan lima orang tersangka dari jajarannya.

Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya TNI FA, dan pejabat pemegang kas atau pekas Letkol admisitrasi WW.

Selain itu, staf yg menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu yakni Pelda (Pembantu letnan dua) SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda TNI SB.

Pembelian helikopter ini bermasalah karena adanya dugaan penggelembungan dana dalam pembelian helikopter tersebut.

Awalnya, pengadaan dikhususkan pada heli macam VVIP bagi keperluan presiden. Anggaran bagi heli tersebut senilai Rp 738 miliar.

Baca juga: KPK Sebut Mantan KSAU Tolak Paparkan soal Pengadaan Heli AW101

Namun, meskipun ditolak oleh Presiden Joko Widodo, pembelian heli tetap dilakukan. Jenis heli diubah menjadi heli bagi keperluan angkutan.

Selain itu, heli yg dibeli tersebut tak cocok dengan spesifikasi yg dibutuhkan TNI Angkatan Udara. Misalnya, heli tak memakai sistem rampdoor.

Hasil perhitungan sementara ditemukan kerugian negara sekitar Rp 224 miliar dari nilai proyek Rp 738 miliar tersebut.

TV Peristiwa ini sedang diinvestigasi komite nasional keselamatan transportasi.

googletag.cmd.push(function() { googletag.display(‘div-gpt-ad-974648810682144181-4112’); });

Sumber: http://nasional.kompas.com
BanyumasRaya.com

No More Posts Available.

No more pages to load.