Di Negara Ini, Bermain Sosial Media Ada Pajaknya!

oleh -317 Dilihat

Banyumas Raya

Tidak dipungkiri bahwa pajak yaitu salah sesuatu pendapatan negara yg wajib dibayarkan oleh setiap warga negara. Namun bagaimana seandainya ada pajak yg didasarkan oleh hal-hal yg tak lazim?

BERITA TERKAIT
  • Sumur terbakar di Aceh akibat pengeboran ilegal
  • Sebelum kecelakaan, anak korban bus maut Tanjakan Emen mimpi rumah hancur
  • Deretan perusahaan raksasa yg beri gaji tinggi bagi karyawan Indonesia

Ya, pajak yg tak lazim alias pajak yg unik ini diberlakukan di Uganda. Pemerintah negara tersebut berencana membebankan pajak pada warga negara yg memakai media sosial.

Menurut Menteri Keuangan Uganda, Matia Kasaija, pajak ini mulai dibebankan pada pengguna WhatsApp, Twitter, dan Facebook. Adapun pajak yg ditarik pemerintah adalah 200 shiling (Rp 747).

“Kami berencana mengumpulkan lebih banyak uang bagi menjamin keamanan negara dan menyediakan pasokan listrik lebih banyak. Dengan demikian, masyarakat bisa menikmati media sosial lebih kadang dan nyaman,” tuturnya.

Dikutip dari Reuters, Senin (23/4/2018), aturan pajak media sosial ini mulai akan diberlakukan pada Juli 2018 bagi meningkatkan kas negara. Kendati demikian, rencana ini ditentang sejumlah elemen masyarakat.

Salah sesuatu yg menyuarakan penolakan adalah aktivis hak asasi manusia dan blogger, Rosebell Kagumire. Ia menuturkan, aturan ini tidak lebih dari upaya bagi menekan kebebasan berekspresi.

Keberadaan aturan ini juga disebut bertentangan dengan keadaan yg ada di Afrika ketika ini. Alasannya, menurut kelompok advokasi World Wide Web Foundation, biaya internet di Afrika termasuk yg paling tinggi.

Selain Uganda, negara Afrika yang lain yg juga menerapkan aturan serupa adalah Tanzania. Di negara tersebut, pemerintah mewajibkan warga negara pemilik blog atau situs membayar biaya lisensi tahunan sebesar 1 juta shilings (Rp 6 juta).

Facebook, Twitter, dan WhatsApp Jadi ‘Barang Haram’ di Uganda
Sekadar informasi, Facebook, Twitter, dan WhatsApp sebenarnya sempat menjadi layanan teknologi terlarang di Uganda. Bahkan, pada 2016, negara tersebut sempat memblokir akses ke tiga aplikasi itu.

Pemerintah negara tersebut memang diketahui telah dua kali memblokir akses terhadap media sosial. Keputusan pembokiran ini didukung kuat oleh Presiden Uganda, Yoweri Museveni.

Menurut kabar yg beredar, banyak yg tak puas dengan kinerja Museveni sebagai pemimpin negara yg berada di timur Afrika tersebut selama tiga dekade terakhir.

Akibatnya, banyak yg menyuarakan petisi bagi melengserkan Museveni di media sosial. Museveni pun geram dan memblokir segala akses media sosial bagi pertama kalinya pada Februari 2016 lalu.

Museveni berdalih, media sosial mampu menjadi propaganda dan dimensi baru di mata masyarakat Uganda.

“Pemerintah sendiri tahu, Museveni bukan dipilih kebanyakan warga negara Uganda. Yang ditakutkan, mereka mulai melakukan propaganda ‘gerakan bawah tanah’ bagi menggulung Museveni,” kata Jeff Wokulira Ssebaggala, analis politik dan internet yg juga Chief Executive Unwanted Witness, sebuah organisasi nonprofit Uganda.

Tak cuma media sosial, dua media pemberitaan pun dilarang bagi menyebarkan keterangan negatif soal Museveni. Tahun ini, sekumpulan jurnalis lokal Uganda ditangkap karena memberitakan keterangan bahwa Museveni seorang diktator besar.

Untung saja di Indonesia tak ada hal semacam ini. Hanya saja dua waktu dulu sangat ramai pemberitaan mengenai Facebook yg ternyata ikut menyalahgunakan data pribadi dari pengguna Indonesia.

Sumber: Liputan6.com [ega]

Sumber: http://www.merdeka.com
BanyumasRaya.com

No More Posts Available.

No more pages to load.